MINDSET DAN PENDEKATAN DI SESPIM LEMDIKLAT POLRI OLEH IRJEN POL. Prof. Dr. CHRYSHNANDA DL, M.Si.
10 Juni 2023
Dalam tulisan yang dibuat baru-baru ini, Kasespim Lemdiklat Polri IRJEN POL. Prof. Dr. CHRYSHNANDA DL, M.Si., menjelaskan bahwa, “Hakekat pendidikan itu mencerdaskan, mencerahkan, menyiapkan regenerasi, membangun yang semua itu adalah bagi sumberdaya manusia yang memiliki karakter (integritas, kompetensi, mentalitas dan keunggulan) bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Tatkala dalam proses pendidikan sarat kepentingan maka akan banyak kekerasan simbolik yang merupakan kejahatan dalam pendidikan. Hasil didik akan lemah, penakut, mentalitasnya cengeng, sekedar memenuhi syarat administrasi, penuh trik dan intrik tipu daya dan kepura puraan dan akan menjadi jahat pula. Proses belajar mengajar bukan mendoktrin, tidak berbasis hafalan, juga bukan mengekor dan mentaati apa kata dan perintah guru ini bukan mencerahkan dan tidak mencerdaskan. Apalagi bagi sekolah bagi pemimpin, pembelajaran yang sarat kekerasan simbolik akan menghasilkan pemimpin pemimpin jahat, munafik, bukan ahli melainkan sebatas lihai yang penuh akal akalan. Tentu saja merusak peradaban karena yang dikerjakan sebatas pokoknya tugas bukan tugas pokok.”.
Selain itu, IRJEN POL. Prof. Dr. CHRYSHNANDA DL, M.Si., juga menjelaskan bahwa Integritas merupakan pilar pendidikan yang berbasis moral. Sehingga hasil didik akan menjadi patriot bagi bangsa dan negara yang peka, peduli, dan berbelarasa bagi manusia yang merupakan aset utama bangsa. Dalam proses pembelajaran di Sespim Lemdiklat Polri, terdapat humanisme yang berbasis pada keutamaan Sespim. Yaitu :
- Moralitas yang ditunjukan pada kejujuran, kebenaran dan keadilan;
- Pengendalian diri yang terlihat pada kesadaran, tanggungjawab dan disiplin;
- Kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban;
- Profesionalisme, cerdas, bermoral dan modern;
- Menjadi ikon bagi : kebhikekaan, toleransi, anti korupsi, anti narkoba.
Saat ini, proses belajar mengajar tidak lagi terkungkung pada kelas ruang yang dibatasi tembok dan waktu. Belajar bisa dari apa saja, di mana saja, dengan siapa saja, dan kapan saja. Hal mendasar dari proses belajar mengajar adalah cara berpikir berbasis konseptual teoritikal, studi kasus, proactive, dan problem solving. Tidak terjebak hal pragmatis dan penghafalan apalagi takut berpikir (mengandalkan out sourcing). Hal tersebut berdampak fatal menjadi lemah, lelah dan malas berpikir. Bisa dibayangkan tatkala orang bermental malas dan lemah serta lelah berpikir menjadi pemimpin yang memiliki kewenangan dan kekuasaan besar, tentu akan menjadi boneka, menjadi alat yang can not doing anything. Bisa dipastikan jahat dan kebijakannya tidak bijaksana.
IRJEN POL. Prof. Dr. CHRYSHNANDA DL, M.Si., juga menerangkan, “Sespim berupaya membangun proses pembelajarannya melalui dialog peradaban. Proses pembelajaran bukan semata mata ujian melainkan perdebatan, dengan harapan para pemimpin di masa depan menjadi pemimpin tangguh. Yang memiliki karakter (integritas, komitmen, kompetensi dan keunggulan) yang dipercaya karena kebijakannya bijaksana.”
Terdapat Hal-hal yang tabu dan harus terus menerus diminimalisir dalam proses pembelajaran, antara lain :
- Transaksional karena sekolah bukan pasar;
- Mental mental cengeng, penakut, munafik dan cari enaknya sendiri;
- Stratifikasi sosial yang menjadi gap antara guru dan peserta didik;
- Berbagai kekerasan simbolik dan kejahatan dalam pendidikan;
- Sikap apatis / masa bodoh terhadap lingkungan;
- Pembunuhan karakter dengan berbagai cara intimidasi;
- Perencanaan yang buruk dan menyimpang dari keutamaan pendidikan;
- Akuntabilitas palsu (pseudo);
- Kelelahan, kelemahan dan kemalasan berpikir, dan berbagai pembodohan lainnya;
- Panduan atau pedoman pedoman yang menjadi pembenar dan pembekuan kreatifitas (captive mind).
Dalam akhir tulisan yang dibuat oleh IRJEN POL. Prof. Dr. CHRYSHNANDA DL, M.Si., menyebutkan, “Merubah mind set memang perju perjuangan berdarah darah, karena kaum mapan dan nyaman akan mati matian melawan dan menggagalkan, karena takut kehilang previlegenya. Dengan hadirnya AI ( artificial intellegence) maka perubahan mind set dan pendekatan pembelajaran di Sespim harus dilakukan. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.”
Menanggapi tulisan yang dibuat oleh Kasespim Lemdiklat Polri, Kasenat Serdik Sespimti Dikreg 32, KOMBES POL. LUTHFIE SULISTIAWAN, S.I.K, M.H., M.Si., menyampaikan, “Saya sangat setuju dengan apa yang disampaikan dalam tulisan jenderal. Selain itum Konteks belajar juga dapat kita lihat dari pola hidup, pola bekerja, dan kompleksitas belajar menghadapi berbagai tantangan bekerja maupun kehidupan sekarang. Apalagi kehidupan sekarang belum tentu menjadi pengalaman yang linier untuk menghadapi bebagai kemungkinan di masa depan, yang penuh dengan kompleksitas, perubahan yang cepat dan tidak terduga, penuh ketidakpastian, dan bahkan memunculkan berbagai tafsir yang tidak sama dan tidak serupa baik anta individu, antar organisasi, antar elemen bangsa, bahkan pada perspektif yang lebih luas lagi – yaitu: antar negara sebagai state actor dalam percaturan hubungan dunia. Kita semua belajar dari pengalaman bertahan hidup selama periode pandemi Covid-19, bukan hanya itu, polisi juga menjalankan misi untuk memperjuangkan dan menyelamatkan kehidupan masyarakat dengan berbagai pelaksanaan tugas yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Hingga kini di masa pandemi yang dapat dikatakan dipenghujungnya, kita semua melalui perjalanan itu sebagai pegalaman hidup, lalu kita belajar untuk ke depan, mengambil semua peluang yang ada untuk memperbaiki kehidupan kita, keluarga, maupun organisasi dimana kita bekerja dan berkarya.”
Kasenat Sespimmen Dikreg ke - 63 NOPTA HISTARIS SUZAN, S.I.K, M.Si., menyampaikan tanggapannya terkait dengan tulisan yang dibuat oleh Kasespim Lemdiklat Polri, “Mohon izin jenderal apa yang disampaikan melalui tulisan jenderal menurut kami sangat betul sekali. Kami menyadari bahwa kita saat ini sudah melalui bahkan menghadapi perubahan perubahan era atau zaman yang sangat cepat dan tidak di duga-duga. Betul apa yang dikatakan prof bahwa kita belajar bukan suatu ceremoni saja di kelas kelas kecil. Namun makna belajar itu sangat luas. Belajar adalah proses yang selalu berkembang, tidak pernah berhenti, bahkan sejak lahirnya kita ke dunia, mempelajari seisi dunia, untuk mencapai titik kehidupan yang diinginkan. Proses belajar selalu melibatkan naluri “insting hidup” manusia untuk bertahan dan melampaui berbagai tantangan kehidupan dan pekerjaan. Pada akhirnya, kami melihat bahwa proses belajar akan menghadirkan 2 (dua) hal penting, yaitu: adaptasi yang didalamnya meliputi transformasi, serta stabilitas. Adaptasi yang diliputi transformasi – mendorong berbagai jalan keluar yang terbarukan terhadap setiap permasalahan dan tantangan yang dihadapi, sedangkan stabilitas – menghadirkan fokus serta pola rutinitas dan praktik individu maupun oganisasi untuk tetap berada pada jalur belajar,”.
Kasenat Sespimmen Dikreg ke - 63 NOPTA HISTARIS SUZAN, S.I.K, M.Si., juga berharap dengan meniatkan diri untuk belajar di Sespimmen Polri, para perwira dapat menjadi agen-agen polisi yang cerdas, profesional, bermoral, menjadi tulang punggung ajegnya institusi Polri di masa depan, serta selalu mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat untuk masyarakat.
“Tentunya dukungan dan dorongan jenderal adalah hal yang sangat penting bagi kami. Kami sekarang seperti unggas yang lagi berenang di laut jenderal. Kami tampak tenang dipermukaan namun dibawah kaki kami terus bergerak, berpikir dan bekerja melalui senat. Kami akan sekuat tenaga semoga sespimmen 63 ini mempunyai warna baru wajah perubahan sespimmen untuk tahun berikutnya. Tatkala kadang kadang forum diskusi senat kami sering dapat gangguan kelompok tertentu yang cuma cari nilai dan terlihat saja. Kami siap berubah jenderal dengan terus meningkatkan kualitas diri kami untuk lebih siap setelah lulus dari sespimmen ini namun kami tetap menjaga hubungan baik dengan para WI dan senior di lembaga tercinta ini.” Tutup Kasenat Sespimmen Dikreg ke - 63 NOPTA HISTARIS SUZAN, S.I.K, M.Si.
Selain itu, Kasenat Sespimma Angakatan ke – 69 AKP AEP SAEPULLOH, S.H., M.Si., juga menyampaikan, “Betul sekali jenderal. Bagi siapapun individu ataupun organisasi untuk bertahan hidup, maka rasio belajar harus seimbang atau lebih besar dari rasio tantangan atau perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Hal ini menuntut kita untuk tidak pernah untuk berhenti belajar, semakin bayak ilmu yang kita serap justru semakin merunduk kita ibarat pepatah padi, belajar bukanlah tentang usia, tetapi belajar adalah tentang memperbaiki hidup, tentang memperbarui pola-pola bekerja, tentang bertahan hidup, dan untuk bekerjanya kehidupan. Dan memang benar belajar tidak terpaku pada dimana kita belajar, tetapi tentang apa yang kita pelajari. Bahkan kita juga dapat belajar dari orang-orang sekitar. Karena menurut saya ilmu itu tidak hanya kita dapatkan dari sekolah. Pengalaman juga sama berharganya. Dari pengalaman kita dapat belajar untuk tidak mengulangi segala perbuatan atau tindakan yang merugikan, dan terus mencoba untuk melakukan segala yang terbaik. Pada akhirnya, kami melihat bahwa proses belajar akan menghadirkan 2 (dua) hal penting, yaitu: adaptasi yang didalamnya meliputi transformasi, serta stabilitas. Adaptasi yang diliputi transformasi – mendorong berbagai jalan keluar yang terbarukan terhadap setiap permasalahan dan tantangan yang dihadapi, sedangkan stabilitas – menghadirkan fokus serta pola rutinitas dan praktik individu maupun oganisasi untuk tetap berada pada jalur belajar.”
-Fya