SESPIM : MORALITAS, TEGAS, HUMANIS OLEH KASESPIM LEMDIKLAT POLRI IRJEN POL PROF. DR. CHRYSHNANDA DWILAKSANA, M.Si.

admin 01 Feb 2024

banner-image

Lembang, 01 Februari 2024

Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan) Polri merupakan sekolah pengkaderan atau untuk menyiapkan calon pimpinan tingkat lokal, regional, dan nasional dalam tugas kepolisian. Polisi menyelenggarakan tugasnya pada ranah birokrasi dan ranah masyarakat, itu yang dikenal dengan Pemolisian. Maka hakekat dari Sespim adalah Pendidikan bagi calon Pemimpin dalam Pemolisian dalam level Pertama, level Menengah, maupun Level Tinggi yang paradigmanya "Keamanan Dalam Negeri yaang mendukung Proses Pembangunan Nasional”. Pemolisian dapat dipahami sebagai segala usaha dan upaya kepolisian dalam menyelenggarakan tugasnya pada tingkat manajemen maupun operasional dalam ranah birokrasi, maupun ranah masyarakat, dengan atau tanpa upaya paksaan untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (keamanan, ketertiban masyarakat *kamtibmas*).

Sespim sejatinya lembaga pendidikan yang berbasis pada moral, yang maknanya adalah pada kesadaran, tanggung jawab, dan disiplin. Selain itu juga menegakan kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Sespim Polri secara konseptual dapat dilihat dalam konstruksi : Pendidikan, Pemimpin, Polisi.

Dengan demikian Sespim merupakan Lembaga Pendidikan yang Membangun dan Merawat Peradaban bagi Semakin Manusiawinya Manusia, dalam konteks Keamanan Dalam Negeri yang Mendukung Pembangunan Dalam Negeri. Hakekat polisi dalam pemolisiannya adalah : kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.

Keteraturan sosial dalam konteks polisi dan pemolisiannya terefleksi dari sistem keamanan dan pengamanan hingga terjaminnya keamanan dan rasa aman secara pribadi, di ranah publik, ranah lingkungan hidup dan kehidupan, ranah ekonomi dan industri, ranah mayantara hingga ranah forensik. Keamanan dalam negeri dalam pendekatan pemolisian di era kenormalan baru dijabarkan pada pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah secara konvensional, elektronik dan forensik. Konteks pemolisian yang fungsional ditunjukan adanya sinergitas dan harmoninya model konvensinal dan konterporer yang mampu diimplementasikan secara proaktif dan adanya penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Keamanan dalam negeri menjadi simbol peradaban kedaulatan ketahanan dan daya saing suatu bangsa. Keamanan dalam negeri konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun derlandaskan demokrasi yang mencakup :

  1. Supremasi hukum;
  2. Adanya jaminan dan perlindungan HAM;
  3. Transparansi;
  4. Akuntabilitas;
  5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat;
  6. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan.

Keamanan dalam negeri dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberdayakan kekayaan dan keindahan serta kebhinekaan salah satunya melalui masyarakat yang sadar wisata. Sistem pengamanan untuk keamanan dalam negeri dibangun melalui :

  1. Tegak dan kokohnya idiologi bangsa;
  2. Political will yang kuat;
  3. Keamanan secara ekonomi;
  4. Keamanan secara sosial budaya;
  5. Keamanan secara siber maupun forensik;
  6. Keamanan infrastruktur dan sistem sistem pendukungnya;
  7. Sumberdaya manusia yang profesional, cerdas, bermoral dan modern;
  8. Sistem sistem pelayanan publik yang prima;
  9. Sistem monitoring dan evaluasi serta sistem akuntabilitas kepada publik yang transparan dan akuntabel;
  10. Sistem sistem yang siap dalam kondisi emerjensi maupun kontijensi.

Keamanan dalam negeri merupakan dasar bagi suatu bangsa untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Menjaga dan merawat kedaulatan bangsa agar dapat berdayatahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing. Di samping hal itu juga untuk mendapatkan pengakuan dari bangsa bangsa lain di dunia. Keamanan di dalam negeri secara astagatra dapat dilihat dari sisi : geografi, sumberdaya alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan. Delapan pendekatan tersebut dapat dikembangkan dalam hukum, teknologi,dan media.

Konflik antar sesama anak bangsa dapat menggunakan isu isu dari gatra dari semua lini. Konteks konflik sosial dari isu akan menjadi labeling hingga kebencian. Penggunaan media di era post truth dengan hoax akan sangat berdampak tatkala masyarakatnya mudah terprovokasi atau mudah percaya atas sesuatu informasi. Model berita hoax didesain orang yang memiliki kompetensi mengaduk aduk fakta dengan kebongan mengubah kebenaran menjadi pembenaran, yang terus diviralkan hingga diyakini sebagai kebenaran.

Keamanan dalam negeri merupakan keteraturan sosial untuk mendukung produktifitas agar masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Dalam konteks melindungi mengayomi melayani dan menegakkan hukum maka keamanan dan rasa aman wujud harmoni dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.  Bisnis keamanan biasanya dikuasai atau dilakukan dengan gaya premanisme. Premanisme merupakan benalu bagi kehidupan sosial yang kontra produktif  anarkis dan merusak peradaban. Apa yang dilakukan para preman memaksa, mengancam, bahkan melakukan anarkisme sehingga aman namun tidak ada rasa aman.

Terjaminnya keamanan dan rasa aman masyarakat merupakan refleksi peradaban suatu bangsa. Dalam konteks ini tentu saja berbasis pada demokrasi di mana supremasi hukum dapat diimplementasikan sebagai mana hukum menjadi panglima. Supremasi hukum ditunjukan tegaknya hukum secara beradab, terkontrolnya keteraturan sosial dan adanya jaminan dan perlindungan HAM.  Pembangunan dan perbedayaan infrastruktur dan sistem sistem teknologi untuk adanya keteraturan sosial merupakan bentuk perlindungan dan pengayoman

Tingkat kualitas keteraturan sosial dapat ditunjukan pada indeks keamanan yang meliputi :

  1. Ideologi;
  2. Politik;
  3. Ekonomi;
  4. Sosial budaya;
  5. Keamanan dan rasa aman.

Di era digital indeks keamanan dilihat secara virtual maupun secara aktual. Mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial di era digital model smart policing dapat menjadi model yang menharmonikan dan mensinergikan antara conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Basis implementasinya di dukung back office, application yang berbasis artificial intellegent, internet of things yang menampilkan indeks keamanan dalam wujud info grafis, info statistik maupun info virtual secara real time.

Keamanan dalam negeri dalam memberikan pelayanan kepada publik pada konteks negara demokrasi. Pelayanan keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan dilakukan oleh aparat yang profesional cerdas bermoral dan modern. Yang mengikis bahkan menghilangkan model premanisme dan anarkisme. Keamanan dan rasa aman menjadi standar bagi warga masyarakat untuk beraktifitas menghasilkan produksi untuk dapat hidup dan meningkat kualitas hidupnya.

"Non scholae, sed vitae discismus" yang artinya kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup.

Pendidikan apapun latar belakangnya, tujuannya adalah mendidik. Mendidik dalam konteks pendidikan adalah untuk memanusiawikan manusia atau semakin manusiawinya manusia. Pendidikan landasan utamanya moralitas yang dibangun dengan pendekatan kesadaran. Pendidikan yang keras dan tegas untuk menanamkan disiplin agar kelak mampu menghadapi berbagai masalah atau tantangan atas hidup dan kehidupan, namun tetap humanis yang penuh welas asih. Tujuannya tetap bagi kemanusiaan, agar kelak para pemimpin dengan kekuatan dan kewenangannya mampu mengambil keputusan untuk memanusiakan manusia demi semakin manusiawinya manusia dalam lingkup maupun konteks level apapun. Pendidikkan yang di luar bagi semakin manusiawinya manusia sejatinya bukan pendidikkan karena bisa menjadi anti bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban. Pendidikkan yang ada bisa menjadi semacam balas dendam, mengeksploitasi para murid atau peserta didik. Bisa saja dirasuki unsur kebrutalan yang merusak peradaban, karena dihasilkannya adalah kaum luka batin yang berdampak pada berbagai penyimpangan atas kemanusiaan.

Pendidikkan dimulai dari gurunya atau pengajarnya. Peran dan fungsi guru berpengaruh besar atas hasil didik dari pendidikkan. Kualitas guru bukan sebatas pada intelektualnya namun juga moralitasnya. Guru menjadi kunci bagi keberhasilan suatu pendidikan. Pendidikan yang mendidik dan memcerahkan setidaknya dapat dilihat dari :

  1. Lembaga atau wadah yang merupakan institusi pendidikkan menjadi ikon pencerahan dan pencerdasan bagi Otak, Otot dan Hatinuraninya;
  2. Implementasi atas visi dan misi pendidikan  dilaksanakan berbasis pembangunan karakter secara konsisten dan konsekuen;
  3. Kualitas guru sebagai tenaga pengajar/ pendidik adalah orang orang yang mampu menjadi ikon dan layak dijadikan panutan atas pikiran perkataan dan perbuatannya;
  4. Sistem pengajaran pelatihan dan pengasuhannya berbasis pada standar standar pendidikan yang universal dan global walaupun dapat menggunakan kearifan lokal;
  5. Kurikulum pelajarannya berbasis pada pencerdasan intelektual, emosional dan sosial;
  6. Pola pengajarannya dibangun dengan landasan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin;
  7. Infrastruktur dan sistem sistem  pendukungnya atau sarana prasarananya untuk mendukung proses belajar berlatih dengan pendekatan holistik dan sistemik yang dinamis sesuai dengan perubahan maupun kebutuhan kekinian;
  8. Tradisi dan nuansa akademis yang membudaya dalam lingkungan lembaga pendidikkan;
  9. Ada wadah bagi penampungan pemikiran dan ide ide kreatif seperti jurnal maupun penerbitan;
  10. Kualitas rekrutmen peserta didik berbasis pada kejujuran transparan akuntabilitas secara moral, secara administrasi, secara hukum yang berbasis pada standar nasional maupun internasional;
  11. Para peserta didik dapat merasakan dirinya tercerahkan;
  12. Prestasi hasil didik yang  mampu menjadi ikon kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban;
  13. Pengakuan dan apresiasi dari masyarakat luas atas prestasi dan kinerja hasil didik yang profesional cerdas bermoral dan modern.

Masih banyak yang dapat dikembangkan untuk membangun lembaga pendidikkan. Namun ke 13 point tsb setidaknya dapat menjadi acuan bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pendidikan bukanlah sebatas persyaratan untuk karier melainkan untuk membangun suatu kesadaran, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam suatu peradaban. Moralitas menjadi salah satu kunci penting atas hasil pendidikan. Bisa dibayangkan bagaimana orang yang secara akademik maupun ketrampilannya tinggi namun moralnya rendah, ia bisa menjadi orang jahat yang membahayakan bagi hidup dan kehidupan. Kepandainya tidak lagi bagi kemaslahatan banyak orang. Bisa juga dengan kepandaiannya menipu bahkan menjajah rakyatnya. Bagian lain dari pendidikan adalah: "patuh, taat pada hukum bukan karena  keterpaksaan atau ketakutan melainkan adanya kesadaran untuk memahami bahwa hidupnya tidak hanya sendiri yang juga memikirkan bagi orang lain yang hidup bersama dengan dirinya". Membangun hukum yang menjadi kesepatan aata hidup bersama dalam keteraturan sosial dan dapat ditegakan dengan berbasis moralitas yang ditunjukan dari kejujuran, kebenaran dan keadilan.

"Sivis pacem parabelum", yang artinya kalau ingin berdamai harus siap untuk berperang. Kempuan memerangi kebodohan, kemiskinan, sikap moralitas yang buruk, korupsi, kolusi, nepotisme dan banyak hal lain yang kontraproduktif inilah musuh biang keladi kehancuran suatu peradaban. Membangun dan menyelenggarakan pendidikan bukan sebatas mencerdaskan melainkan juga mencerahkan dan mampu menemukan bahkan mengembangan imajinasi. Pencerahan pada suatu pendidikan adalah untuk menemukan keutamaan. Tatkala pendidikan sebatas persyaratan maka cara cara instan hingga yang melanggar etikapun akan dihalalkan. Tatkala guru status sosialnya rendah maka kualitas pendidikan akan jauh dari memuaskan.

Hasil didik merupakan cermin dari kualitas lembaga pendidikan. Maka pendidikan wajib mengajarkan dan menanamkan kesadaran tanggung jawab dan disiplin untuk menemukan  keutamaan kepada para siswanya. Pendidikan memang bukan segala galanya namun melalui pendidikan dapat mengetahui segala sesuatu. Pendidikan menjadi ruang transformasi pengetahuan ketrampilan moralitas agar semakin manusiawinya manusia. Guru sebagai kunci pendidikan menjadi energi transformasi yang mencerahkan hidup dan kehidupan para muridnya. Kualitas guru dalam hidup dan kehidupannya harus dirwat dan diperhatikan kesejahteraanya. Tatkala para guru sulit dalam hidup dan kehidupannya dan tidakendapatkan tempat yang layak dalam stratifikasi sosial maka pendidikan akan redup bahkan padam. Tatkala para guru kehilangan semangatnya maka tinggal menunggu waktu bencana suatu bangsa akan tiba. Bukan diserang dsri luar melainkan saling serang sesama anak bangsa. Karena tidak mampu hidup dalam suatu peradaban dan mudah diadu domba. Hidup dalam suatu peradaban diperlukan kemampuan untuk memahami, membatasi, empati, peduli, saling menghormati, dan mampu saling menghidupi.

Peserta didik di era digital kadang merasa sudah lebih tahu dari guru gurunya. Maka para guru bukan sekedar memberitahu apa dan bagaimana namun menjadikan siapa melalui pengajaran akan : moralitas, nilai nilai kemanusiaan, soliditas, merawat kebhinekaan, patriotisme. Kecerdasan intelektual saja tidaklah cukup dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Romo Mangun mengatakan : "Pada Pendidikanlah Tergantung Masa Depan Bangsa". Jangan berharap masa depan lebih maju kalau pendidikannya amburadul. Di sinilah Guru kadang dituntut menjadi superman yang bisa segala hal, namun energi menjadi super terabaikan. Mungkin kalau dikritik tajam ada yang membantah dan membela diri dengan memamerkan segala seremonialannya. Puja puji dan pengakuan serta penghargaan dibsana sini. Namun dalam fakta lagi lagi guru dijadikan ganjel pelengkap pemderita. Cerita duka lara ada di mana-mana. Namun sejatinya karya guru guru yang mencintai pekerjaannya tidaklah sia-sia. Setiap jaman ada orangnya setiap orang ada jamannya. Guru tetaplah menjadi pilar bangsa. Muridmu yang bengal sekalipun mengakui siapa guru yang mulia. Entah ia kelak menjadi apa saja, akan tetap ingat keteladananmu. Walau sikap dan perilakunya nyebelin itu tanda sayang dan cinta kepada guru. Memandaikan manusia memang bukan hal mudah. Tidak mungkin demgan teriakan : siap grak, pinter grak. Semua membutuhkan proses panjang dan perjuangan.

Lembanga pendidikan kepolisian merupakan pemgejawantahan atas "Pengembangan Ilmu Kepolisian". Ilmu kepolisian sebagai ilmu antar bidang yang mempelajari tentang:

  1. Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial;
  2. Hukum dan keadilan;
  3. Kejahatan dan penanganannya;
  4. Pemolisian;
  5. Isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat;
  6. Teknik dan teknis dasar umum dan khusus kepolisian.

Paradigma ilmu kepolisian dapat dilihat secara :

  1. Filosofis
    Pengembangan ilmu kepolisian dapat dikaji dan dijelaskan secara epistimologi, ontologi, metodologi maupun aksiologi.
  2. Geo politik dan geo strategis
    Pengembangan ilmu kepolisian menjadi pilar NKRI dan konteks keamanan dan keteraturan sosial.
  3. Yuridis
    Pengembangan ilmu kepolisian dilandasi aturan hukum dan dapat dikembangkan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
  4. Globalisasi dan modernisasi
    Pengembangan ilmu kepolisian merupakan suatu kebutuhan atas perubahan yang begitu cepat.
  5. Akademis
    Pengembangan ilmu kepolisian dapat di kembangkan berbagai strata keilmuan (S1, S2 dan S3), pengembangan kepemeimpinan dan majerial, kompetensi khusus dan fungsional (cyber, forensik, untuk hal hal yang bersifat ekstra ordinary).
  6. Pragmatis
    Ilmu kepolisian dapat dikembangkan pada konsentrasi : keselamtan (safety) contoh (safety driving centre), keamanan (private security, industrial security, public security, cyber security maupun forensic security).

Pengembangan ilmu kepolisian sejalan dengan yang ilmu yang dipelajari (Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial, Hukum dan keadilan, Kejahatan dan penanganannya, Pemolisian,Isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat) setidaknya dapat dikembangkan pada Fakultas :

  1. Polisi dan pemolisian;
  2. Keamanan;
  3. Keselamatan;
  4. Intelejen;
  5. Hukum dan penegakan hukum;
  6. Penyelidikan dan penyidikan;
  7. Forensik;
  8. Siber dan teknologi kepolisian;
  9. Kajian konflik sosial;
  10. Kajian Terorisme;
  11. Kajian kejahatan luar biasa;
  12. Manajemen security;
  13. Dan sebagainya

Kurikulum dan pengajaranya dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Pengajaran dasar ilmu kepolisian
  1. Filsafat ilmu pengetahuan;
  2. Etika Publik;
  3. Metodologi Penelitian.
  1. Pengajaran pokok ilmu kepolisian
  1. Ilmu ilmu sosial;
  2. Ilmu hukum, penegakan hukum dan keadilan;
  3. Ilmu kriminologi;
  4. Ilmu administrasi dan operasionalnya;
  5. Ilmu teknologi informasi;
  6. Hubungan antar suku bangsa (konteks masayarakat Indonesia yang multikultural);
  7. Ilmu humaniora, dan seterusnya.
  1. Kapita Selekta yang berkaitan demgan isu isu penting dan aktual yang terjadi dalam masyarakat antara lain :
  1. Idiologi;
  2. Politik;
  3. Ekonomi;
  4. Sosial budaya;
  5. Keamanan;
  6. Pertahanan, dan sebagainya.

Pendukung pengembangan ilmu kepolisian dengan adanya

  1. Pusat penelitian dan pengkajian;
  2. Lembaga lembaga independen pendukung penelitian dan pengkajian;
  3. Forum atau asosiasi dosen pemgajar, alumni maupun pemerhati ilmu kepolisian;
  4. Penerbitan buku;
  5. Jurnal ilmiah;
  6. Laboratorium sosial.

Pengembangan pendidikan untuk kompetensi khusus dan pragmatis yang dapat dikembangkan antara lain :

  1. Safety driving centre;
  2. Security training centre;
  3. Sekolah penyidik;
  4. Pendidikan ilmu kepolisian level D1 dan D3;
  5. Kursus kursus singkat;
  6. Pelatihan pelatihan bagi master trainer dan trainer, dan sebagainya.

Sespim Polri yang Presisi  merupakan lembaga pendidikan yang mendidik dan menyiapkan kader pemimpin Polri masa depan sebagai polisi yang profesional Cerdas Bermoral dan Modern (PCBM). Para alumninya kelak saat menjadi pemimpin mampu mewujudkan Polri dalam Pemolisiannya sebagai :

  1. Penjaga Kehidupan;
  2. Pembangun Peradaban;
  3. Pejuang Kemanusiaan.

Kepolisian dapat dimaknai sebagai institusi, sebagai fungsi dan sebagai petugas  yang PCBM sebagai penjaga kehidupan pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaa  dapat dijabarankan sebagai berikut  :

  1. Polisi yg profesional menunjukkan pada kompetensi atau keahliannya yang berbasis pada ilmu kepolisian dalam mengimplementasikan smart policing. Petugas yang ahli memiliki mental dan fisik yang siap menjadi pelayan pelindung dan pengayom masyarakat. Di samping itu juga sebagai aparat penegak hukum dan keadilan bangsa dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Yang mampu diimplementasikan pada operasi yang bersifat rutin, khusus atau kontijensi yaitu kondisi ekstrim sekalipun, agar tetap terwujud dan terjaga keteraturan sosial;
  2. Cerdas bermoral mampu ditunjukkan bahwa polisi merupakan jalan hidup atau panggilan hidup sbg patriot bangsa. Yang dibangun atas dasar kesadaran tanggung jawab dan disiplin serta mampu menunjukkan kreatifitas maupun inovasinya. Untuk mewujudkan polisi sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan. Yang memiliki spirit kebangsaan nasionalisme yang tinggi sebagai anak bangsa dalam membangun dan membuat bangsa menjadi berdaulat bertahan dalam kondisi aman damai dan sejahtera. Spirit patriotisme merupakan spirit rela berkorban dengan penuh kesadaran tanggung jawab dan disiplin karena kecintaan dan kebanggaan dalam profesi dan sebagai anak bangsa;
  3. Modern konteks pemolisian yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendukung pd sistem smart policing yang tergelar dalam model conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Sehingga mampu memberikan pelayan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) di bidang pelayanan : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan;
  4. Penjaga Kehidupan. Polisi dengan pemolisiannya  sebagai penjaga kehidupan yaitu : keberadaan polisi adalah mampu menjamin keamanan dan rasa aman sehingga warga masyarakat dapat beraktifitas untuk berproduksi. Produktifitas tersebut membuat masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Polisi sebagai "co producer" tidak bermain main dengan hal hal yang ilegal dan tidak membiarkan penyimpangan yang contra productive (tidak terima suap dan tidam melakukan pemerasan);
  5. Polisi sebagai pembangun peradaban di mana keberadaan Polisi sebagai penegak hukum dan keadilan mampu menunjukkan bahwa hukum sebagai simbol peradaban. Di dalam proses  penegakkannya adalah untuk : menyelesaikan konflik secara beradab. Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas. Membangun budaya tertib. Agar ada kepastian. Bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa;
  6. Polisi sebagai pejuang kemanusiaan.

Walaupun dengan upaya paksa sekalipun konteks humanisme ini yang menjadi  dasar yaitu pada produktifitas dan peradaban serta keteraturan sosial, sehingga segala usaha dan upaya yang dilakukan pada tingkat manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa adalh tetap bagi semakin manusiawinya manusia.

Ketiga kredo tadi dibangun dengan kesadaran. Kesadaran konteks ini adalah mampu memahami peran dan fungsinya sebagai polisi penjaga kehidupan, polisi sebagai pembangun peradaban dan polisi sebagai pejuang kemanusiaan. Birokrasi kepolisian menjadi ikon peradaban. Ikon kecepatan kedekatan dan persahabatan. Keberadaan polisi mampu mengurangi rasa takut warga masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas. Polisi dengan pemolisiannya bekerja secara proaktive problem solving. Membangun kemitraan, mengutamakan pencegahan dan keberaannya diterima dan didukung warga masyarakat yang dilayaninya.

Pada era digital dan era kenormalan baru maka konteks pemolisian dikembangkan dalam model "smart policing" yang merupakan contemporary policing yang berbasis community policing sehingga adanya harmoni antara conventional policing, E policing dan Forensic policing yang mampu memberikan pelayanan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) kepada masyarakat.

 "Polisi kehebatannya bukan pada pangkat jabatan, kepandaian atau kewenangannya, melainkan pada perilakunya, manakala mampu menhadi role model / ikon dan panutan yang dipercaya masyarakat. Sejalan dengan spirit polisi penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan yang PCBM. Maka semangat atau spirit sespim sebagai lembaga pendidikan bagi calon calon pemimpin di masa depan di level first line supervisior, midle manager maupu  top manager dalam menyelenggarakan pendidikannya menunjukkan lembaga pendidikan kepolisian yang dinamis dan modern yang memiliki visi membangun kader-kader pimpinan kepolisian bahkan sebagai pimpinan bangsa di berbagai lini kehidupan yang mampu membawa bangsa yang memiliki daya tahan, berdaulat, rakyatnya aman, sejahtera, adil dan makmur. Untuk mewujudkan proses pengkaderan bagi penyiapan calon polisi yang PCBM dan kader pimpinan Polri di masa depan maka beberapa point-point penting yang dibutuhkankan antara lain sebagai berikut :

  1. Kebijakkan pimpinan sebagai political will mendukung perwujudan visi misi dan tujuan Sespim;
  2. Pemimpin yang Transformatif;
  3. Menyiapkan dan membangun infrastruktur dan sistem-sistem pendidikan dan latihan yang visioner modern dengan model-model :
  1. Implementasi conventional policing, E policing dan Forensic policing ;
  2. Penanganan operasi yg bersifat rutin, khusus maupun kontijensi;
  3. Studi kasus atas issue issue penting yang terjadi dalam masyarakat;
  4. Manajemen media untuk mengatasi dan menghadapi era post truth;
  5. Forensik Policing untuk menghadapi :" gangguan keteraturan sosial atas serangan teror dari nuklir, mikro biologi dan kimia;
  6. Pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsional dan dampak masalah seperti ideologi politik ekonomi, sosial budaya hingga penanganan konflik-konflik sosial skala besar dalam negeri termasuk terorisme hingga bencana alam;
  7. Model-model intelejen dan fungsi teknis kepolisian lainnya;
  8. Model kajian dan rekayasa sosial dalam masyarakat yang modern dan demokratis dan sebagainya;
  9. Model infrakstruktur dan sistem-sistem ini bisa dibangun dalam model laboratorium, simulator dan paktek lapangan yang sesuai konteksnya.
  1. Membangun dan menyiapkan SDM yang profesional sebagai tenaga staf pengajar dan pelatih yang memiliki kualitas sebagai guru mentor dan panutan. Karena guru merupakan Ikon Pendidikan. Guru menjadi kunci dalam pendidikan dan merupakan tokoh sentral dalam pendidikan untuk mengajarkan, mentransformasi, memotivasi, menginsprasi, mendampingi, menjadi konsultan bagi para taruna untuk memiliki karakter sebagai prajurit patriot yang profesional. Spiritualitas guru inilah yang hendaknya menjadi acuan dalam pendidikan berkrakter untuk menyadarkan dan menanamkan rasa tanggung jawab, jiwa korsa dan semangat kemanusiaan. Pendidikan menjadi ikon kejujuran, kebenan dan keadilan dimana guru - guru adalah para pejuang kemanusiaan;
  2. Program-program pendidikan dan pengasuhan dapat dibangun dalam berbagai model dinamis
  1. Pola pendidikan yang mencakup akademik secara konsep teoritikal, training untuk skill problem solving (dengan model-model yang tercakup pada point 2 dan skenario-skenario melalui sistem-sistem simulasi modern maupun laboratorium serta praktek lapangan) dan penanganan berbagai isu aktual yang terjadi agar para taruna juga memahami dunia luar apa yang menjadi isu aktual. Semua itu dalam pengaturan silabus yang mencakup teoritikal dan model proaktif prediksi, antisipasi dan solusi;
  2. Pengasuhan ini sebagai sistem transformasi olah raga dan olah rasa ( religi, seni, tradisi, hobby, komuniti hingga teknologi) model-modelnya dapat disesuaikan secara dinamis. Penerapan art policing pada pembinaan mentaf fisik dan spiritual;
  3. Di samping itu pola mentorship pola coach dibangun pola-pola penanaman budaya kepolisian sehat, edukatif dan visioner dalam membangkitkan jiwa polisi yang PCBM dengan berbasis kesadaran, tanggung jawab dan disiplin;
  4. Pola tanggap tanggon trengginas dikembangkan dengan pola-pola visioner modern sebagai pengkaderan pimpinan masa depan.
  1. Sistem belajar mengajar dengan nuansa akademis, nuansa kepolisian yang modern dan nuansa kehidupan yang menjadi ikon peradaban untuk menumbuhkan jiwa-jiwa pemimpin Polri yang PCBM bahkan pemimpin bangsa di masa depan;
  2. Sistem monitoring dan evaluasi prestasi dan berbagai kendala pendidikkan atas para anggota tetap, dosen, instruktur, pelatih hingga para peserta didik secara online dan dalam sistem big data sehingga sistem pendidikan ini fair dan mampu menunjukkan pola pendidikan yang mampu menjadi icon world class education;
  3. Sistem reward and punishment yang berbasis pada sistem-sistem penilaian kinerja atau SOP atau etika taruna yang termaktub dalam peratutan-peraturan Kalemdiklat maupun kode etik peserta didik sespim atau berbagai peraturan lainnya secara konsisten dan konsekuen diimplementasikan dan ditegakan;
  4. Sistem pendidikan lanjutan secara nasional maupun internasional pada jenjang akademik, training dan benchmark serta untuk seminar atau berbagai kegiatan simposium nasional maupun internasional;
  5. Pemeliharaan dan perawatan semua aset-aset pendukung pendidikan
  1. lingkungan kampus dan perkantoran, lingkungan latihan, lingkungan pembinaan-pembinaan olah raga dan olah rasa (religi, seni, tradisi, hobby, komunitas dan teknologi) dan sebagainya;
  2. Pembinaan karier personil Akpol dalam promosi, mutasi dan demosi;
  3. Kesejahteraan personil pada asrama dan lain-lain;
  4. Infrastruktur sarpras/ logistic;
  5. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan;
  6. Tempat ibadah dan sebagainya.

Lembaga pendidikan menjadi ikon peradaban kekuatan kedaulatan dan kemajuan hingga modernitas suatu bangsa. Sespim dengan spirit-spirit di atas menjadi lembaga pendidikan acuan kebanggaan yang berstandar World Class Executif Studies.

Polisi dan Pemolisiaannya yang Presisi diwujudkan dan polisi yang PCBM. Polisi bekerja dalam ranah birokrasi dan ranah masyarakat, benang merahnya itulah yang dikatakan pemolisian. Policing (pemolisian) merupakan segala upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Dengan demikian spirit polisi dalam pemolisiannya  secara manajerial maupun operasional adalah untuk kemanusiaan dengan PCBM (profesional, cerdas, bermoral dan modern) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pelayanan kepolisian kepada publik mencakup :

  1. Pelayanan keamanan;
  2. Pelayanan keselamatan;
  3. Pelayanan hukum;
  4. Pelayanan administrasi;
  5. Pelayanan informasi;
  6. Pelayanan kemanusiaan

Standar pelayanan kepolisian kepada publik adalah : cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses.

Polisi dalam menegakan hukum adalah demi semakin manusiawinya manusia, yang merupakan upaya membangun peradaban agar terwujud dan terpeliharanya keteraturan sosial. Konteks inilah yang dikatakan tujuan pemolisian adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman serta terwujudnya keteraturan sosial. Pola pola pemolisian bisa dikembangkan sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah. Model pemolisian dapat dibuat sebagai acuan pengembangan kualitas kepemimpinan, infrastruktur dan model modelnya sebagai berikut :

  1. Model pemolisian yang berbasis wilayah :
  1. Border policing (pemolisian di kawasan perbatasan);
  2. Maritime policing ( pemolisian di kawasan maritim atau kepulauan atau kawasan pantai);
  3. Industrial policing (pemolisian di kawasan industri);
  4. Disaster policing (pemolisian di kawasan rawan bencana);
  5. Bisa dikembangkan dari model orientasi kegiatan masyarakatnya (community oriented policing) pada masayarakat perkotaan, pertanian, nelayan, perkebunan, buruh, dan sebagainya.
  1. Model pemolisian yang berbasis pada fungsinya : fungsi utama, fungsional maupun fungsi pendukung sebagai berikut:
  1. Road safety policing (pemolisian berbasis pada road safety atau lalu lintas);
  2. Paramilitary policing, model pemolisian ala paramiliter;
  3. Cyber policing, pemolisian dalam memberikan pelayanan secara virtual;
  4. International policing, pemolisian internasional seperti : pasukan misi perdamaian PBB, laision officer, hubungan kerjasama internasional dalam penanganan kejahatan, studi banding dan pertukaran kemampuan polisi, dan sebaginya;
  5. Emergency policing, model pemolisian menghadapi situasi kegawat daruratan, dan sebagainya.
  1. Model Pemolisian yang berbasis dampak masalah :
  1. Democratic policing;
  2. Electronic policing, pemolisian secara elektronik yang merupakan model pemolisian di era digital atau era revolusi industri 4.0;
  3. Forensic policing sebagai model pemolisian di era kenormalan baru, dan sebagainya.

Memahami polisi dan pemolisiannya dari model di atas adalah secara holistik atau sistemik yang tidak dipahami secara parsial.

Polisi dalam pemolisiannya dalam bertindak tegas sekalipun spiritnya tetap untuk

  1. Melindungi;
  2. Mengayomi;
  3. Melayani agar ada keteraturan sosial.

Hal ini menunjukan bahwa manusia adalah aset utama bangsa maka di situlah hakekat pemolisian untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Polisi dengan pemolisiannya dalam menegakan hukum untuk :

  1. Menyelesaikan konflik atau masalah dengan cara yang beradab;
  2. Mencegah agar konflik meluas atau semakin besar;
  3. Melindungi mengayomi melayani korban dan pencari keadilan;
  4. Membangun budaya tertib;
  5. Adanya kepastian;
  6. Edukasi.

Keberhasilan pelakasanaan tugas polisi dengan pemolisiannya bukan semata mata pada pengungkapan perkara namun juga dilihat dari keteraturan sosial dan tingkat kepercayaan publik serta kualitas pelayanannya. Polisi dalam pelayanannya kepada publik merupakan ikon atau simbol : kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial. Polisi dalam pemolisiannya dilihat dari tingkat : profesionalismenya, kecerdasannya, moralitasnya dan modernitasnya. Membangun kepolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern dapat dibangun melalui :

  1. Pembangunan pendidikan yang berlandaskan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin;
  2. Kepemimpinan yang tranformasional;
  3. Keteladanan;
  4. Penanaman nilai nilai kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial;
  5. Membangun infrastruktur dan sistem sistemnya yang berefek pada budaya malu dan kualitas pelayanan publik yang prima. Polisi melalui pemolisiannya  merupakan bagian bahkan refleksi dari masyarakat yang dilayaninya. Soft Power dari Kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik.

Kalau kita melihat siaran NHK (TV Nasional Jepang) yang disiarkan suasana teduh damai dengan berbagai pendekatan seni budaya. Hal tersebut dilakukan dan dipertontonkan serta diajarkan bagaimana mempertahankan hidup dengan tetap menghargai kehidupan. Ada film tentang sikap pemain dan suporter sepak bola yang kalah bertanding tetap menunjukan sikap yang hormat ada rasa terimakasih dan juga menunjukan sesuatu yang humanis beradab. Sebelum meninggalkan stadion mereka membersihkan sisa sisa kotoran dan menunjukan stadion bisa lebih bersih dari sebelum pertandingan.

Ada sebuah analogi just kiding/ joke antara polisi Jepang dengan polisi Indonesia. Pada saat polisi Indonesia berkunjung ke Jepang dan melihat polisi Jepang melakukan tindakan yang humanis, dialogis, polisi Indonesia memuji mujinya. Polisi Jepang itu heran, mengapa harus dipuji. Dan mengatakan ini hal yang biasa karena merupakan pekerjaan kami. Pada suatu kesempatan pokisi Jepang ke Indonesia dan melihat polisi Indonesia melakukan tindakan kekerasan, melakukan hal hal yang berbeda dengan sebagaimana keutamaan polisi, polisi Jepang komplain : mengapa anda melakukan penyimpangan? Polisi Indonesia terheran heran, saya tidak menyimpang, Ini pekerjaan saya. Kita bisa melihat tata cara adat orang Jepang meminum teh "cha no yu" betapa mereka sangat lembut dan menghormati dan menikmati atas nikmat rasa meminum teh. Saya bukan memuja muja Jepang lebih hebat, namun yang ingin saya tunjukan adalah kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik. Kebiasaan ini diajarkan dilatihkanbterus menerus sehingga menjadi habitus dan semua dijalankan secara reflek. Bangsa berbudaya akan menghargai seni budaya dan mampu menata keteraturan sosial dan mengemas menjadi pariwisata. Sumberdaya yang ada akan dibangun dalam kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Kebiasaanpun akan menjadikan suatu keahlian . “Kebiasaan yang baik membawa kita pada hati nurani yang baik”. Kebiasaan sebagai sesuatu yang telah terpola, berulang dari waktu ke waktu untuk mengerjakan sesuatu yang terstruktur. Kebiasaan hampir-hampir mendekati insting (reflek), kalau dilatih terus menerus akan menjadi suatu kepekaan dan keahlian. Sering kali kita melihat pemain-pemain acrobat, mereka sangat mahir melakukan berbagai atraksi yang tidak semua orang bisa/berani melakukan. Kebiasaan melakukan sesuatu yang baik memang harus dilatih dengan penuh ketekunan, apalagi kebiasaan yang memerlukan kompetensi. Tanpa pendidikan dan latihan sulit bagi seseorang mempunyai kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik akan menjadikan seseorang memiliki hati nurani yang baik. Keahlian yang berguna/ bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia dimulai dari pendidikan dan latihan untuk membiasakan yang baik.Dasar dari pendidikan dan latihan yang baik dimulai dari kesadaran dan tanggung jawab. Membangun kesadaran dan tanggung jawab melalui sistem/mekanisme untuk merubah mind set seseorang. Membangun mind set, dalam masyarakat diperlukan rekayasa sosial yang didukung dengan sistem, program dan teknologi. Kebiasaan yang baik perlu dijabarkan indikator-indikatornya, sehingga kebiasaan yang baik dapat dinilai kompetensinya. Dalam suatu organisasi maupun institusi, kebiasaan yang baik dapat dikategorikan sebagai perilaku organisasi. Perilaku organisasi dapat dibuat acuan pada etika kerja yang berisi apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Etika kerja menjadi bagian dari SOP (standard operational procedure) yang terdiri dari, job description dan job analysis, standar keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja, dan sistem reward dan punishment.

Kebiasaan baik tidak akan muncul tatkala banyak peluang untuk menyimpang, kesadaran tanggung jawabpun akan ikut menghilang tatkala tidak ada sistem yang unggul. Tatkala kebiasaan yang baik tidak ada maka keahlianpun tidak didapatkan. Menjadi ahli karena terbiasa dan mempunyai kompetensi.tatkala disatukan pada komitmen dan keunggulan yang akan menjadi karakter. Karakter dapat dipahami dari komitmen, integritas dan keunggulan. Itu semua dimulai dari sang pemimpin dan kepemimpinannya. Tatkala pemimpin mampu menunjukan sesuatu dengan penuh dengan cinta dan kasih sayang untuk melindungi, mendidik dan mampu menjadi ikon maka ini juga akan  mampu bagi  pembangunan karakter dan untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Prof Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa polisi adalah kumpulam orang baik. Polisi bekerja melalui O2H (otak, otot, dan hati nurani). Maka pemimpin dalam kepemimpinannya perlu empati, kepekaan kepedulian dan bela rasa.

 

-Fya